Selasa, 05 November 2013

Dialog yang dilakukan oleh Pierre Vogel

Rekan, silakan simak link video YouTube berikut ini:
 
http://www.youtube.com/watch?v=2WiEV6NJQ1k


Tanggapan saya:
Mungkin yang dilakukan Pierre Vogel (PV) ini terlihat begitu hebat dan ampuh, langsung membungkam bahkan mempermalukan si anak di muka umum, yang (dalam judul video tersebut, namun tidak terlihat) telah melakukan penghinaan (terhadap agama tertentu).
Pertanyaannya:
1. apabila yang dihadapi PV adalah seorang dewasa yang se-level dengan dia (terutama dalam hal pengetahuan teologianya), apakah kehebatan  dan keampuhan PV akan terlihat sama? Bagi saya, tindakan PV mempermalukan anak tersebut sebetulnya merupakan tindakan mempermalukan diri PV sendiri. Mengapa? Karena semestinya seorang dewasa (terutama dalam hal kematangan pribadi dan kecerdasannya) tidak akan merendahkan dirinya dengan menyamakan dirinya dengan si anak (yang konon menghina itu) dengan turut menghina/mempermalukan si anak. Seorang dewasa mustinya bisa bersikap lebih bijaksana, dengan melakukan sikap dan tindakan yang LEBIH BERKUALITAS ketimbang sikap/tindakan anak-anak, yang mana tidak dilakukan dan ditunjukkan oleh PV. Ini bukan iklan yang baik bagi keyakinan agama yang sedang diperkenalkan oleh PV.
2. Pertanyaan PV terkait Markus 13:32, bahwa: 'kalau Yesus adalah Tuhan (yang Maha Tahu), mengapa Yesus tidak tahu kapan kedatangan Anak Manusia (akhir jaman)???'. Hal ini sebenarnya merupakan hal yang sangat basic dalam Teologi Kristen (yang tampaknya tidak diketahui oleh PV), yaitu mengenai Doktrin Allah Tri Tunggal.
Dalam pendekatan fungsi, kita dapat menjelaskan Allah Tri Tunggal sebagai Allah yang:
  • Menciptakan (Allah Bapa)
  • Menyelamatkan (Allah Putera), dan
  • Memberdayakan (Allah Roh Kudus)
Pertanyaan pertama: siapa yang bisa 'mengakhiri jaman'?
Jawab logisnya: jelas Dia yang telah mencipta dunia ini, yaitu Allah Bapa.
Setuju? Musti setuju, karena kalau Anda tidak setuju maka Anda bisa digolongkan sebagai orang yang tidak bisa berpikir secara logis!

Pertanyaan kedua: lalu, logiskah kalau Tuhan Yesus mengatakan bahwa Dia (yakni Sang Anak Manusia, Sang Allah Putera) tidak tahu kapan kedatanganNya akan terjadi, dan hanya Allah Bapa yang tahu?
Jawab logisnya: logis!
Mengapa?
Karena:
  1. sesuai pertanyaan pertama di atas, bahwa Allah Bapa-lah yang berhak menentukan waktu kapan Tuhan Yesus akan datang yang kedua kalinya, kali ini bukan dalam wujud seorang Bayi yang lemah, namun dalam wujud Hakim yang akan memisahkan antara umat pilihanNya (Domba) dengan umat yang ditolakNya (kambing). (baca Matius 27:31-46)
  2. sehingga, tepatlah apabila Tuhan Yesus mengatakan 'tidak tahu', karena memang bukanlah Yesus yang menentukan waktu tersebut!

Kalau PV mengejar dengan pertanyaan ketiga seperti: 'Loh, Yesus kan 'konon bagian dari' Allah Tri Tunggal yang kamu percayai. So, Dia pura-pura nggak tahu dong kalau begitu???"
Jawab saya: otak kamu yang kecil tidak sanggup menyelami kebesaran kehendak dan pemikiran Allah yang begitu tak terselami. Kalau kamu mengharapkan dapat mengerti semua misteri tentang Allah, sadarlah bahwa kamu masih manusia-ciptaan!

Kiranya tanggapan singkat ini dapat menjelaskan duduk permasalahannya, dan dipersilakan apabila ada tanggapan.

Tuhan Yesus memberkati kita semua!
Jakarta, 6 November 2013

Senin, 19 Agustus 2013

Tentang Steve Wells

Sebelum kita melihat lebih jauh (meng-kritisi kritik) Skeptic's Annotated Bible (SAB), kita perlu melihat terlebih dahulu latar belakang si pembuat SAB ini, yaitu: Steve Wells, sehingga kita bisa lebih memahami motivasi dan tujuan ybs membuat SAB ini.

Berikut kutipannya dan tanggapan saya (dalam bentuk wawancara)

How did you come to be non-religious? Were you raised that way, or did you have a deconversion experience?
I was raised in a non-religious environment, with an agnostic father and a vaguely Protestant mother. By the time I was twelve, I considered myself an atheist and I argued with anyone with any form of religious belief. It always seemed obvious to me that God was imaginary and religion was only superstition.
But then, after graduating from high school, I read the New Testament. I didn’t immediately believe it, of course, but I was taken by the personality and sayings of Jesus. I was primed and ready to believe, and when it comes to religion, that’s all it takes.
While I was in college, my older sister became a Catholic, and she and I had many long conversations about religion. I began to attend mass occasionally with her, and while I didn’t actually believe any of it, I started to admire the teaching and tradition of the Catholic Church. Before I knew it, I had convinced myself that I actually believed it, and decided that I wanted to become a Catholic priest.
This was in the seventies, and the Church was still trying to figure itself out after the Second Vatican Council. I wasn’t interested in being a new Catholic; I wanted the old Church, with the old mass in Latin and the theology of St. Thomas Aquinas. So I entered a traditionalist seminary, which is where I started to lose my faith.
I began to argue with the seminary professors about the doctrines of the Church. How could there be no salvation outside the Church? Does that mean my family is going to hell, along with all other non-traditionalist Catholics (which is pretty much everyone)? I had problems with nearly every teaching, but it was the idea of hell that did me in.
So I left the seminary, but I remained in the Church. A few years later I was married with four kids, all of which were baptized Catholics. But by the time our last child was born, my faith was pretty much gone. One day while returning from a camping trip (I still remember the exact moment), I told my wife, Carole, that I no longer believed any of it and I wasn’t going to pretend any longer.
Poor Carole (who was raised a traditionalist Catholic) was pretty upset over that. She got out all our catechisms and theology books, saying she was going to convince me that I wrong. That lasted about a week or so, and then she decided she didn’t believe any of it either. We’ve both lived a lot happier ever after.

What made you start up the SAB? Why do you think it’s a necessary
resource?
I started the SAB while trying to talk my sister (the one who had previously converted to Catholicism) out of becoming a Jehovah’s Witness.
You see, I’d never actually read the Bible before, not all the way through, anyway. Oh, I tried back when I supposedly believed in the darned thing, but I just couldn’t make it through Leviticus. But I decided it had to be done to keep my sister from becoming a JW.
It didn’t work, of course. She became a JW anyway, and she still is to this day. But I managed to finish reading the Bible, and I was shocked with what I read.
I started to highlight the interesting stuff: yellow for absurdity, red for cruelty, green for contradictions, blue for sex, etc. And then it occurred to me. Why hasn’t anyone done this before? Why hasn’t a skeptic created an annotated version of the Bible with all the interesting stuff highlighted? And with that idea, the SAB was born.
I originally hoped (and still do) to create a print version, but then the internet came along and I knew it would work there. So I created the SAB website in November of 1999 and have been working on it ever since.

What do you tell religious people – Christians, for instance – when they ask you why they should read your version of their texts?
Well, it’s not really my version. It’s just the Bible, with my unimportant remarks attached. The important thing is for people, believers and skeptics, to read the Bible and to think about what they’ve read.
I try to highlight the things that would be of most interest to someone who is trying to decide what to make of the Bible. Is it a good book? Could it have been inspired by a kind and loving God? Does it contain any contradictions? Does it conflict with science and history? What does it say about women, homosexuality, and family values?
If after reading the Bible a person decides to believe it is the Word of God, well and good. But a sane, kind, intelligent person is unlikely to do so.

You’ve also done the Koran and the Book of Mormon. Do you see any commonalities in argument across the texts?
Yes, there are many similarities. Joseph Smith tried hard to make the Book of Mormon sound like the Bible – way too hard, in fact. Mark Twain said that if you took the and-it-came-to-passes out of the Book of Mormon, it would be nothing more than a pamphlet.
The Quran is the only book I know of that might even be crueler than the Bible. It is a short, very repetitive book that can be summed up with these words: “And for the disbelievers, Allah has prepared a painful doom.” Of course that is the same message as the Bible and the Book of Mormon (Believe or be damned), but theQuran is much more explicit about it.

TANGGAPAN SAYA:

Kesan pertama yang saya tangkap dari kutipan wawancara tersebut adalah: Steve Wells (SW) bertumbuh tanpa dukungan yang cukup (proper support) dari keluarga alamiah dan keluarga keduanya.
Memiliki orang tua yang 'non-relijius' jelas membuat SW harus membentuk pattern berimannya sendiri, dan ini membutuhkan effort dan kesempatan ekstra dibandingkan mereka yang memiliki orang tua yang 'relijius'. Memang ada pengecualian-pengecualian yang berlawanan dengan statement di atas, tapi secara umum kita tentu setuju peribahasa: 'buah jatuh tidak jauh dari pohonnya'. Keluarga keduanya, yaitu teman-teman dan seminari Katolik konservatif ternyata tidak cukup untuk membentuk pola keberimanan ybs, bahkan membuat ybs jatuh ke 'dekat pohon' yaitu dunia non-relijius, antara lain akibat doktrin non-Alkitabiah seperti tersebut di atas yang tentu sangat disayangkan ke-masih-beradaan-nya di masa kini.

Sebagai 'bekas mahasiswa seminari', ybs kemudian mengembangkan dirinya sebagai kritikus Alkitab (dan 2 kitab suci lainnya), dengan memakai pendekatannya sendiri, yaitu: hanya memperhatikan hal-hal yang menarik perhatiannya. Ini sudah jelas merupakan cara memakai Alkitab yang keliru (bnd. 2 Timotius 3:16) sehingga tidak mengherankan apabila output-nya pun menjadi begitu 'mengarah' dan tendensius pada hal-hal yang memang SW-sentris (yaitu pada apa yang memang sudah menjadi syak/hipotesis ybs).

Lewat SAB, SW mengajak komunitas Kristen untuk melihat apakah Alkitab adalah buku yang baik (diinspirasi oleh Tuhan yang baik dan mengasihi, ada-tidaknya kontradiksi dan konflik dengan sains dan sejarah, dan selaras dengan pemahaman modern tentang perempuan, homoseksualitas, dan nilai-nilai keluarga). Hal ini tentu merupakan ajakan yang baik, namun menjadi tidak baik saat ajakan tersebut sudah 'diarahkan'.

Dan pernyataan tentang manusia yang 'waras', 'baik', dan 'terpelajar' telah menutup semua kesempatan berdiskusi saat ybs telah merasa dirinya superior ketimbang manusia-relijius, yang - tentu saja - dianggapnya: sinting, jahat, dan bodoh.

Untuk itulah saya tergerak untuk meluruskan penyesatan yang telah dimulai oleh pemikiran-pemikiran SW tersebut, paling tidak agar yang miring itu menjadi lurus kembali, dan bukannya miring ke arah yang berlawanan.

Untuk melihat artikel aslinya, silakan klik link tersebut di bawah ini (mudah-mudahan belum terhapus)

Jumat, 09 Agustus 2013

Materi Tulisan

Sesuai dengan tujuan dibuatnya blog ini (baca Kata Pembuka) maka materi tulisan yang akan saya post disini akan memuat hal-hal sebagai berikut:
1. Copy-paste topik-topik yang ingin saya tanggapi/luruskan dengan diedit seperlunya
2. Tanggapan saya
3. Link ke posting original apabila pembaca ingin melihat artikel aslinya

Sumbernya akan saya seleksi dari berbagai materi yang bisa kita temukan di internet, terutama materi-materi yang secara langsung berbicara mengenai Iman Kristen, biasanya yang memang membutuhkan penjelasan lebih lanjut.

Namun secara khusus, saya tertarik untuk menanggapi http://www.skepticsannotatedbible.com/ yang berisi note/catatan kritis atas berbagai bagian dalam Alkitab, sekalipun situs itu pun meng-kritis-i kitab suci agama lain seperti Al Quran dan Book of Mormon, namun materi tersebut diluar minat dan kemampuan saya. Saya hanya berminat pada Iman Kristen (dhi note atas Alkitab).

Untuk itu, saya akan batasi pemakaian label dalam blog ini sebanyak 3 buah, yaitu:
1. From Timotius: berisi pernyataan asli dari saya (bukan copas ataupun tanggapan atas copas)
2. SAB: berisi tanggapan atas materi dalam http://www.skepticsannotatedbible.com/
3. Lainnya: berisi tanggapan saya atas materi-materi selain SAB

Demikian dan terima kasih.

Tuhan Yesus Kristus memberkati kita semua!

Kata Pembuka

Syaloom!

Blog ini dibuat sebagai sebuah bentuk pertanggungjawaban saya sebagai Murid Kristus dalam menanggapi/meluruskan berbagai opini skeptik/miring yang banyak beredar di dunia maya mengenai Iman Kristen.

Mengapa?

Karena ada begitu banyak opini yang tidak pernah ditanggapi secara benar - bahkan ada banyak opini yang tidak pernah ditanggapi sama sekali - oleh sesama Murid Kristus, sehingga menimbulkan opini-opini yang lebih liar, makin ngawur, dan kurang dapat dipertanggungjawabkan secara kepatutan dan akal sehat. Bahkan yang sering muncul adalah: debat kusir, saling hujat, dan pemborosan tenaga/waktu/pemikiran yang - seharusnya - akan lebih bermanfaat apabila dialokasikan untuk membangun Tubuh Kristus dan bermisi.

Saya pribadi tidak merasa diri paling pintar, karena saya adalah seorang teolog paruh waktu (sebuah pernyataan yang kurang tepat sebenarnya, karena berteologi adalah masalah hidup sepenuhnya, tidak pernah paruh waktu) yang tentu tidak akan pernah dapat dibandingkan dengan para teolog yang memang belajar teologia secara khusus.

Untuk itu saya sangat senang apabila rekan-rekan teolog full-time, para sahabat, para pemikir kritis maupun skeptis terhadap Iman Kristen untuk meninggalkan komentar-komentar yang bermanfaat untuk mempertajam tulisan-tulisan saya.

Mohon maaf, untuk komentar-komentar yang kurang bermanfaat akan saya hapus demi tercapainya tujuan dibuatnya blog ini seperti telah tersebut diatas.

Kiranya Tuhan Yesus Kristus memberkati kita semua!

Jakarta, 10 Agustus 2013